Wednesday, October 22, 2008

Timbalan Perdana Menteri Bukan Muslim: Anda setuju?

Saya tak pasti siapa yang memulakannya. Namun idea untuk mewujudkan jawatan Timbalan Perdana Menteri 2 dan 3 dengan diisi oleh pemimpin bukan Muslim sudah lama kedengaran. Sejak dari tahun 1980-an lagi. Mungkin juga lebih awal dari itu.

Sejak DS Anwar mencanangkan penubuhan perajaan Pakatan Rakyat, terdapat juga suara-suara yang menyebut tentang kewujudan jawatan ini. Saya tak pasti adakah ia sekadar cakap-cakap atau memang perancangan. Saya juga tak pasti adakah ia telah mendapat endorsement dari PAS, PKR dan DAP atau belum. Namun, cadangan ini nampak seperti mahu dilaksanakan. Bahkan ada juga yang menambah bahawa perlu ada jawatan TPM4 untuk pemimpin dari Sabah atau Sarawak selain dari TPM2 untuk kaum Cina dan TPM3 untuk kaum India.

Kemudian timbul pula cadangan dari Ketua Pemuda MCA baru Datuk Liow Tiong Lai yang cadangkan agar wujud jawatan Timbalan Pengerusi 2 untuk BN dari MCA. Saya percaya, jika ideanya dipanjangkan MIC pun akan meminta jawatan Timbalan Pengerusi 3. Seterusnya ia akan membawa kepada wujud jawatan TPM2 dan 3 sebagai datu imbangan tawaran kepada apa yang mungkin ditawarkan oleh Pakatan kepada kaum Cina dan India.

Kemudiannya saya terbaca ulasan YB Khalid Samad yang dipaparkan dalam blog rasmi PAS. Petikan beritanya seperti berikut:

Mengulas lanjut mengenai kegusaran pihak tertentu tentang jawatan Timbalan Perdana Menteri (TPM) yang mungkin disandang oleh orang bukan Melayu, Khalid berkata perbincangan tentang jawatan tersebut masih belum dilakukan. 

“Bagaimanapun bagi saya ia bukan satu isu, yang penting jawatan nombor satu adalah Muslim, sekiranya timbul masalah kita boleh lantik jawatan Timbalan Perdana Menteri kepada tiga orang di mana menteri-menteri akan diagihkan di bawah TPM. 

“Oleh kerana jawatan TPM bukan satu jawatan
yang disebut dalam perlembagaan, maka kaedah tersebut boleh digunakan,” katanya. 

Jelas Khalid,
DAP mengetahui tentang sensitiviti berhubung jawatan tersebut. 

 

Jika anda bertanya kepada saya, adakah saya setuju? Saya akan jawab setuju jika tokoh Cina, India dan pemimpin dari Sabah/Sarawak itu adalah MUSLIM.

Jika tokoh itu bukan Islam, maka saya tidak setuju.

Bagi saya selagi kita mampu, kita perlu terus kekalkan kuasa pemerintahan ini di tangan umat Islam. Walau pun jawatan itu tidak wujud dalam Perlembagaan, penerimaannya selama ini secara konvensyen perlu dipertahankan. Usah terlalu mudah dan murah dalam mengendurkan kedudukan kuasa umat Islam.

Ini bukan soal perkauman atau sentiment kebencian berasaskan agama. Soal hak kekuasaan ini wajar dipertahankan berdasarkan beberapa faktor:

  1. Maslahah umat Islam yang masih belum kukuh dari aspek pendidikan, ekonomi dan akhlak. Kerosakan dan kepunahan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini menjadikan kedudukan umat Islam secara komperatifnya bukan semakin baik, bahkan semakin merudum.
  2. Perlunya dominasi kuasa umat Islam untuk menegakkan agama Allah (jika bukan melalui kerajaan Pakatan Rakyat hari ini mengukin untuk masa hadapan). Jadi, sebarang usaha untuk merungkaikan amalan konvensyen yang sedia ada akan merumitkan usaha mendaulatkan Islam suatu hari nanti.
  3. Faktor sejarah yang membuktikan umat Islam memerintah bumi ini secara total dengan pelaksanaan undang-undang Islam termasuk undang-undang jenayah Islam yang sering menjadi bahan pertikaian itu.

Maka, atas premis di atas, saya amat berharap agar cadangan unutk mewujudkan jawatan TPM2, 3 dan 4 dengan dipegang oleh bukan muslim ditolak. PAS selaku benteng yang berperanan mempertahankan Islam perlu tegas dalam hal ini.

Saya tak pasti, adakah apa yang disebut oleh YB Khalid itu satu keputusan Lajnah Politik atau pandangan peribadi. Jika, ia keputusan rasmi saya berharap agar perkara itu dirujuk kepada Majlis Syura dan Jawatankuasa Pusat. Jika ia sekadar pandangan peribadi, saya cadangkan YB Khalid hentikan mengeluarkan idea yang mungkin boleh melunturkan kedudukan Islam. (Apa lagi jika menggambarkan seolah-olah bersedia untuk menerima TPM tunggal bukan Muslim dengan ungkapan 'yang penting jawatan nombor satu adalah Muslim')

Tahaluf Siyasi Parti Keadilan Sejahtera Indonesia

PKS adalah satu parti yang didokong oleh Islamis di Indonesia. Sistem perkaderannya agak kemas dan tersusun, bahkan mempunyai pemeringkatan ahli ala-Ikhwan. Parti ini teguh mempertahankan prinsip dan amalan Islam, tetapi dalam masa yang sama bijak melabuhkan suara terbukanya di tengah-tengah bumi Indonesia.

Menjelang Pemilu 2009 (Pemilihan Umum), PKS meletakkan sasarannya mendapat 20% undi dari seluruh pengundi Indonesia. Peratusan ini dikira tinggi berdasarkan politik Indonesia yang tidak mempunyai parti unggul. Parti terbesar seperti Golkar dan PDI-P hanya menguasai sekitar 25% sahaja.

Jika sasaran PKS itu menjadi kenyataan, mereka akan mencalonkan Capres (Calon Presiden) mereka sendiri. Jika agak merosot mereka akan mencalonkan Cawapres (Calon Wakil [Naib] Presiden). Yang pasti mereka perlu bekerjasama dengan parti lain untuk melaksanakan misi itu.

Kerjasama PKS boleh dilakukan dengan parti-parti Islam kerana di sana terdapat banyak parti berasaskan Islam seperti PPP, Parti Bulan Bintang dan seumpamanya. Ada juga parti yang condong kepada Islam seperti parti Amien Rais (Partai Amanat Nnsional) dan parti Nahdiyyin seperti Parti Kebangkitan Bangsa yang dahulunya dipelopori oleh Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Tetapi berdasarkan maklumat dibawah, nampaknya PKS lebih cenderung untuk berkoalasi dengan parti berbasiskan nasionalis terutamanya Golkar, PDI-P dan Parti Demokrat.

Trend ini sekurang-kurangnya seiring dengan sikap golongan Islamis di Malaysia yang juga berkerjasama dengan kelompok sosialis-liberal-demokrat seperti PKR serta parti berlatar non-Muslim seperti DAP.

Namun persoalannya, adakah golongan Islamis di Malaysia bersedia untuk pergi lebih jauh iaitu bukan sekadar kerjasama untuk berpilihanraya atau mentadbir negeri, tetapi berkerjasama untuk memerintah negara.

Artikel berkaitan- dipetik dari laman web PKS :

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menargetkan perolehan suara Pemilu legislatif 2009 sebesar 20 persen. Jika target itu terpenuhi, PKS akan mengajukan Calon Presiden (Capres) sendiri. Dua kader PKS paling berpeluang jadi Capres atau Cawapres (Calon Wakil Presiden) adalah Hidayat Nurwahid atau Tifatul Sembiring. Kaderisasi partai ini berjalan sangat baik dibanding beberapa partai lain. Citra partai ini juga terus menaik. Tampilnya para politisi muda berpendidikan dan mengusung moral (Islami), kepedulian sosial dan beberapa kegiatan dengan cara damai telah menjadi daya tarik tersendiri partai ini. Diperkirakan, perolehan suara partai ini akan naik dibanding Pemilu 2004. Target 20 persen bisa mungkin tercapai, paling sedikit suara 10 persen kemungkinan besar akan tercapai.


Jika preolehan suara PKS mendekati 15 persen, kemungkinan partai ini sudah akan mengusung Capres sendiri dengan mengajak partai lain berkoalisi, walaupun para petinggi partai ini menyebut bahwa partai ini baru akan mengajukan Capres jika perolehan suara Pemilu legislatif mencapai 20 persen. Bahkan dengan perolehan sedikit di atas 10 persen saja, PKS kemungkinan sudah akan mengajukan Capres sendiri berkoalisi dengan partai lain.


Jika PKS mengajukan Capres sendiri, kemungkinan kader yang akan mereka ajukan adalah Hidayat Nurwahid, mantan Presiden PKS yang saat ini menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pilhan kedua adalah Tifatul Sembiring, Presiden PKS. Kedua kader PKS ini berusia lebih muda dibanding beberapa tokoh (kandidat Capres) lainnya. Hidayat dan Tifatul akan berusia 48 tahun saat Pilpres 2009 diadakan. Sementara, SBY menginjak usia 60, Megawati Soekarnoputri 62 tahun, Wiranto (62), Sultan Hamengku Buwono X (63), Akbar Tandjung (64), dan Sutiyoso (65), Amien Rais (65), M Jusuf Kalla (67) dan Abdurrahman Wahid (69).


Jadi Hidayat atau Tifatul bisa mewakili generasi muda (generasi baru) dalam pertarungan merebut kepemimpinan nasional pada 2009 nanti. Dalam hal apakah kedua tokoh ini akan benar-benar tampil sanagt tergantung pada keputusan PKS. Perlu dicatat, dalam hal penentuan siapa di antara kedua tokoh ini atau kader PKS lain, menjadi Capres atau Cawapres, sejauh ini, partai ini sangat taat pada mekanisme partai. Segala keputusan diambil dalam mekanisme partai yang berpuncak pada Majelis Suryo. Dan siapa pun yang ditetapkan melalui mekanisme partai, selalu mendapat dukungan sepenuhnya dari para kader dan kepengurusan di semua tingkatan. Mesin politik partai ini berjalan dengan baik.


Hal ini pula yang memberi nilai tambah pada posisi tawar partai ini jika berkoalisi dengan partai atau tokoh lain. Sementara, dengan partai mana dan tokoh mana PKS akan berkoalisi sangat ditentukan pada persamaan visi dan misi. Berkoalisi dengan partai berbasis Islam lainnya, sangat memungkinkan. Namun secara taktis dan strategis, PKS lebih memungkinkan berkoalisi dengan Partai Hanura, Partai Demokrat, Partai Golkar dan/atau PDI-P.


Tapi masalahnya, keempat partai ini berniat mengajukan Capres sendiri, apalagi Partai Demokrat dan PDIP sudah pasti mengusung Capres sendiri yakni SBY dan Megawati. Maka jika PKS mengusung Capres sendiri, paling berpeluang berkoalisi dengan Partai Golkar. Tapi jika dilihat dari kedekatan tokoh (figur), PKS kemungkinan akan berkoalisi dengan Partai Hanura (jika Hanura meraih suara 3-5 persen saja dalam Pemilu legislatif) dengan mengusung Wiranto sebagai Capres berpasangan dengan Hidayat Nurwahid atau Tifatul Sembiring sebagai Cawapres.


PKS sendiri sudah mulai menghitung kekuatan koalisi pasca Pemilu 2009. Menurut Presiden PKS Tifatul Sembiring, PKS menyadari bahwa pada 2009 belum mampu menjadi partai yang mendapat suara mayoritas (single majority). Dijelaskan, sistem pemilu dengan multipartai sederhana seperti yang berlaku di Indonesia sekarang ini dinilai tidak mungkin menciptakan single majority. Tifatul memprediksi, dalam Pemilu 2009 tidak akan ada partai yang meraih suara di atas 25 persen.


Tifatul mengatakan, mozaik kebhinekaan kekuatan parpol di Indonesia sangat cair. Menurutnya, Indonesia tak lagi ’kuning. Kini, parta-partai papan atas dan tengah saling berbagi kekuatan di seluruh wilayah Indonesia.


Tifatul mengungkapkan, beberapa studi terakhir menemukan koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi kekuatan paling ideal dalam membangun pemerintahan. “Riset terakhir, PDIP dan PKS paling kuat kalau membentuk koalisi,” ujar Tifatul.


Namun, ungkap Tifatul, visi PKS tentang calon presiden ideal di 2009 tak segaris dengan PDIP. Dalam visi PKS, calon presiden ideal harus dari kalangan muda. “Kita butuh presiden balita, bawah lima puluh tahun,” ungkapnya. Sementara PDI-P telah memutuskan akan kembali mengusung Megawati Soekarnoputri sebagai Capres pada Pemilu 2009.


Tifatul menjelaskan, permasalahan yang dihadapi Indonesia sangat kompleks. Karena itu, katanya, seorang calon presiden harus mempunyai pemikiran segar dan matang untuk menemukan solusi atas kesulitan bangsa. Dia harus tahu what dan how-nya. Yang pasti, kata Tifatul, permasalahan ini tidak bisa diatasi dengan iklan di TV, main film, dan nyanyi-nyanyi.


Sementara itu, dalam beberapa kali survei internal PDI-P untuk menjaring Cawapres pendamping Megawati, nama Hidayat Nur Wahid salah satu nominasi unggulan. Dari lima nominasi unggulan, hanya Hidayat yang berumur di bawah 50 tahun. Perpaduan Megawati (PDI-P) dan Hidayat Nurwahid (PKS) dinilai berbagai pihak cukup ideal merepresentasikan pelangi kebhinnekaan. Pasangan ini, diprediksi akan sangat berpeluang memenangkan Pilpres 2009.


Pilihan lain, kemungkinan PKS akan berkoalisi dengan Partai Golkar. Sebagaimana pernah dikemukakan Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso, salah satu alternatif yang dipertimbangkan Partai Golkar dalam pemilu presiden nanti adalah menggandeng partai politik berbasis Islam. Untuk Capres-Cawapres, salah satu alternatif Ketua Umum Partai Golkar M Jusuf Kalla disandingkan dengan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid. “Kombinasi itu bisa dibalik menjadi Hidayat-Kalla kalau perolehan suara PKS pada Pemilu 2009 mengungguli Partai Golkar,” kata Priyo.


Kemungkinan lain, yang juga berpeluang meraih suara signifikan, jika tidak jadi pemenang, paling tidak di urutan kedua, PKS berkoalisi dengan Partai Demokrat yang diperkirakan perolehan suara Pemilu legislatifnya akan mencapai 10-12 persen. Koalisi ini akan mengusung SBY-Hidayat atau SBY-Tifatul.


Dari berbagai kemungkinan, yang paling pasti adalah PKS akan mengusung kadernya (Hidayat atau Tifatul) sebagai Cawapres. Partai ini, diperkirakan akan mengajukan Cawapres sebagai syarat utama untuk berkoalisi dengan partai lain dalam Pilpres 2009. Kemudian, setelah itu pada Pilpres 2014 akan mengajukan Capres sendiri. Partai ini diperkirakan akan cukup siap menempatkan kadernya sebagai Presiden 2014-2019.

Tuesday, October 14, 2008

Rakyat perlu diberi hak lantik PM

Jika jadual peralihan kuasa berlaku, DS Najib akan mengambil alih jawatan PM dari Pak Lah pada Mac 2009 nanti. Maknanya, sekali lagi PM baru akan mengangkat sumpah tanpa perlu melalui mandat dari rakyat. Dari segi prosedurnya, yang memilih DS Najib adalah para perwakilan UMNO Bahagian yang mencalonkan namanya. Lebih tepat lagi, ia diluluskan melalui beberapa ratus orang perwakilan dalam Perhimpunan Agung UMNO 2009.

Maknanya, yang memilih PM Malaysia ialah beberapa kerat perwakilan UMNO, bukannya seluruh ahli UMNO, bukan juga ahli parti komponen BN termasuk MCA dan MIC, dan jauh sekali rakyat biasa yang bukan UMNO. Maknanya pemimpin kepada 28 juta rakyat Malaysia dipilih oleh beberapa kerat orang UMNO, walau pun rakyat mungkin menolaknya.

Ini realiti demokrasi ala Malaysia. Sistem ini sah dari sudut hukum demokrasi. Tidak juga menyanggah hukum syarak. Namun banyak lagi cara lain yang lebih adil dan lebih dekat dengan semangat demokrasi dan ruh Syariat.

Kita mengamalkan spara pemisahan kuasa dalam sistem pentadbiran. Badan Kehakiman jelas berasingan dari badan Pentadbiran dan Perundangan. Namun badan Pentadbiran (Eksekutif) dan Perundangan (Legislatif) sentiasa dikuasai oleh kelompok atau parti yang sama. Pilihanraya Umum seperti yang berlaku Mac 2008 lepas adalah satu-satunya mekanisme untuk menentukan siapa yang menguasai kedua-dua badan itu. Jika dia mengusai Parlimen (Dewan Rakyat) maka dia juga akan menguasai jentera Eksekutif melalui jawatan Perdana Menteri dan anggota kabinet.

Kita tidak ada Pilihanraya Perdana Menteri, sebagaimana Pilihanraya Presiden di Amerika Syarikat dan Indonesia. Saya mengimpikan agar satu hari nanti pemilihan PM diserahkan kepada rakyat secara langsung melalui Pilihanraya PM. Biar parti-parti mencalonkan PM mereka, kemudian serahkan rakyat untuk memilih. Jika cara ini dibuat nescaya PM yang dipilih akan mempunyai integriti yang tinggi dan kompetensi yang hebat. 

Ada yang kata: Mana boleh! Kita bukan negara Republik. Kita ada Raja Berperlembagaan. Saya katakan kepada mereka, apa peduli. Semua istilah dan sistem ini dicipta oleh tangan manusia. Apa salahnya kita cipta sistem baru atau gabungjalin sistem yang ada untuk kebaikan rakyat dan keadilan semua.

Jadi bulan Mac 2009 ada lima bulan lagi. Usaha memberikan hak memilih PM kepada rakyat boleh dilaksanakan. Saya cadangkan satu Referendum Rakyat. Biar ada badan bebas, berkecuali yang dihormati yang mengambil inisiatif untuk memungut suara rakyat. Boleh juga dikendalikan oleh satu Suruhanjaya Rakyat yang mengandungi gabungan beberapa NGO. Dapatkan suara rakyat sebelum Mac 2009, dan kemudian persembahkan kepada YDPA untuk pertimbangan. Soalannya mudah: 
Siapakah yang anda pilih untuk menjadi PM pada Mac 2009 nanti: 
a. DS Najib (Calon dari BN)
b. DS Anwar (Calon dari PR)
Memanglah. Buat masa ini mungkin ia tidak mampu mendorong YDPA untuk pandai-pandai melantik PM yang tidak mendapat sokongan majoriti ahli Dewan Rakyat. Namun ia boleh menjadi satu indikasi yang menarik bagi menyerahkan hak kepada rakyat untuk memilih PM dan anggota kabinet walau pun dia tidak menguasai Parlimen. 

Wednesday, October 8, 2008

Majoriti Melayu Muslim atau Majoriti Muslim?

Harakah melaporkan bahawa Presiden PAS mensyaratkan penubuhan kerajaan mestilah dilatari oleh majoriti Melayu Muslim sebagai anggota Parlimen kerajaan. Saya tidak pasti sama ada kalimah 'Melayu' yang keluar dari mulut beliau itu adalah memang dirancang (atau diputuskan) atau ia terpacul secara spontan.

Saya suka mengandaikan bahawa ia keluar secara spontan memandangkan kita biasa menyebut Melayu bila merujuk kepada orang Islam di Malaysia. Namun begitu, wawancara beliau dengan Ummah Online semacam menafikan andaian saya. Bila ditanya kenapa Melayu, beliau menghujahkan bahawa pemilihan pemimpin mestilah melihat kepada pengaruh yang utuh(merujuk kepada kaum Quraisy sebagai syarat berdasarkan Hadis Nabi).

Pada hemat saya hujah berkenaan kurang berkait dengan perkara yang dibahaskan iaitu, majoriti ahli Parlimen. Tiada satu sandaran kukuh yang boleh mendokong syarat bahawa 'Melayu' diselitkan sekali. Sekadar 'Majoriti Muslim' sudah memadai. Biarlah ahli Parlimen Pakatan nanti majoritinya Muslim tanpa mengira warna kulit. Jika N. Gobalakrishnan dan Tian Chua masuk Islam umpamanya, maka dia turut dikira dalam jumlah majoriti itu.

Saya amat berhasrat melihat agar gerakan Islam tidak terheret dengan isu perkauman. Rakyat yang semakin bijak pada hari ini menyedari bahawa fanatik kaum tidak membawa kemakmuran. UMNO dan BN telah meninggalkan satu gambaran hodoh tentang politik perkauman. Maka PAS tak perlu terbabit sama.

Bahkan PAS perlu membuktikan bahawa Islam dan Muslim bukan untuk orang Melayu semata-mata. Jika PR memerintah nanti saya amat mengimpikan ada menteri PAS dari kalangan bukan Melayu. (sangat sokong harapan Ust Zulkarnain Abidin yang mahu melihat orang Cina jadi Naib Presiden PAS). Maka apa salahnya kita mengharapkan agar PAS memilih Ann Wan Seng (selepas dilantik Senator) menjadi Menteri Pembangunan Usahawan dan Farid Ravi menjadi Menteri Pengajian Tinggi. Juga N. Gopbala (jika masuk Islam-Ameen) sebagai Menteri Kerjaraya (dari PAS).

Maka.... gugurkan terma 'Melayu' itu. Bukan lagi 3M tapi 2M (Majoriti Muslim)

Tuesday, September 23, 2008

PAS sertai kerajaan pusat PR tanpa syarat?

Pertemuan DS Anwar dan dua pemimpin tertinggi PAS iaitu TG Nik Abd Aziz dan TG Abd Hadi adalah satu perkembangan yang positif. Saya percaya ia bukan sekadar membincangkan kedudukan dan kepentingan PAS dalam kerajaan PR nanti (sebagaimana yang dilaporkan oleh Sinar Harian). Bahkan ia lebih jauh menyentuh soal survival Islam dan kuasa politik Muslimin di bawah kerajaan PR. Namun saya tidak pasti sama ada pemimpin PAS itu ada menyatakan terma dan syarat PAS sebelum bersetuju menyertai kerajaan PR itu.

Dalam satu wawancara dengan UmmahOnline, Sdr Khalid Samad telah menyebut bahawa syarat PAS telah dipenuhi dalam penubuhan kerajaan PR. Menurutnya, syarat PAS ialah jumlah anggota Parlimen Muslim yang bersama PR adalah majoriti dalam keseluruhan MP yang mendokongannya. Maknanya DS Anwar telah berjaya menarik anggota MP UMNO sehingga mencukupi jumlah yang dikehendaki oleh PAS.

Persoalannya, adalah hanya itu syarat yang dikemukakan oleh PAS untuk menyertai kerajaan PR. Pada amatan saya, jawapannya tidak. Jangan lupa satu penegasan yang dibuat oleh Presiden PAS yang mengatakan bahawa PAS mahukan kerajaan PR yang menjadikan Islam menguasai pemerintahan. Seperti yang saya nyatakan, saya fikir bahawa ucapan Presiden ini bukannya berbentuk syarat tetapi ia adalah satu isyarat. Isyarat bahawa PAS akan meletakkan syarat yang tegas berkaitan survival Islam. Namun, buat masa ini belum ada syarat yang terperinci berkaitan survival Islam dan kuasa politik Muslim.

Semasa menyampaikan Ceramah Nuzul Quran Dan Penjelasan Isu 16 September di Kompleks PAS Kedah 18 September baru-baru ini TG Abdul Hadi menegaskan lagi: "PAS akan menyertai perubahan kerajaan ini dengan syarat. Syaratnya ialah kerajaan ini mestilah dipandu oleh Islam. Dipandu oleh orang-orang Islam. Ini syarat yang dikenakan oleh PAS,". Penegasan beliau itu disambut dengan laungan takbir, sebagai tanda sokongan dan kecintaan ahli PAS kepada perjuangan Islam..

Namun demikian, sekali lagi penegasan begini lebih berbentuk longgar, kerana ia boleh ditafsirkan dengan pelbagai tafsiran. Istilah ‘dipandu Islam’ dan ‘dipandu orang-orang Islam’ ini terlalu umum untuk dijadikan landasan dalam memahami pendirian sebenar PAS.

Oleh yang demikian, saya berpandangan adalah menjadi keperluan kepada PAS untuk memperincikan syarat dan formula untuk memerintah secara bersama. Selagi tiada kata yang bulat dikalangan pemimpin dan pendokong PAS berkaitan bentuk penyertaan serta had-had penglibatannya dalam kerajaan baru, maka selagi itulah akan terus wujud lontaran pandangan berbeza-beza berkaitan soal ini.

Ada yang berpandangan: “Buat apa kemukakan syarat? Kita sertai dulu tanpa syarat, lepas tu kalau bercanggah dengan prinsip kita, kita keluar lah”. Memang pandangan ini masuk akal. Namun jika diteliti, kita perlu mengambil kira perkara berikut:

  1. Sebaik-baiknya sesuatu tindakan itu diambil selepas kita memahami sepenuhnya apakah risiko dan manfaat. Dengan menggariskan syarat-syarat bermakna kita bersedia untuk berdepan dengan risiko yang mungkin timbul.
  2. Tanpa ada syarat penyertaan menyebabkan wujud dua kelompok yang saling berbeza pandangan. Satu pihak yang ghairah untuk bersama kerajaan baru sehingga langsung tidak menghiraukan risiko yang mungkin timbul. Manakala, satu pihak lagi terlalu risau dan takut dengan implikasi penyertaan kepada survival Islam, sehingga mengambil sikap terlalu pesimis dan negatif terhadap usaha berkenaan. Penetapan syarat boleh mencambahkan fikiran mereka dalam perbincangan bersama seterusnya mewujudkan kata yang bulat berkaitan penubuhan kerajaan baru.
  3. Penyertaan PAS dalam kerjaaan pakatan adalah berdasarkan prinsip pertimbangan antara maslahah dan mudharat. Ini bermakna, PAS hanya boleh bersama dengan kerajaan PR jika ia membawa kepada maslahah. Namun jika menyertainya mendatangkan mudarat lebih besar daripada tidak menyertai, maka PAS perlu meninggalkannya. Maka, PAS sepatutnya sudah mempunyai idea tentang batas-batas mudarat dan manfaat ini sekurang-kurangnya untuk dijadikan rujukan bila ingin membuat keputusan berkaitan sesuatu polisi kerajaan.
  4. Lazimnya setiap kerjasama baik dalam soal perniagaan, dan sosial perlukan kepada terma dan syarat. Apatah lagi dalam membuat kerjasama politik yang mempunyai implikasi yang besar ini.
  5. Sebahagian syarat ini boleh diwar-warkan kepada umum. Cara ini dapat menarik perhatian rakyat untuk menghargai peranan PAS yang teguh mempertahankan agama. Di samping memberikan kefahaman kepada pengundi Islam dan bukan Islam bahawa PAS bertindak berdasarkan prinsip, bukannya kepentingan peribadi.

Jika ada yang masih menganggap bahawa PAS perlu meyokong Projek Lompat seadanya tanpa syarat, maka saya gambarkan senario berikut: (Ini adalah contoh ekstrim untuk anda memahami premis hujah saya—saya tidak menganggap bahawa ia akan berlaku)

Andainya 35 MP dari BN telah melompat dan menyokong DS Anwar sebagai PM baru. Ini menjadikan blok yang melompat sebagai blok terbesar, melainkan jika mereka berpecah dan menyertai mana-mana parti dalam PR.

Andainya kebanyakan mereka menyeretai PKR dan DAP, dan hanya segelintir yang menyertai PAS. Dan andainya kebanyakan mereka adalah bukan Islam sehingga menjadikan hanya 51% muslim dan yang lain bukan muslim (syarat PAS seperti yang disebut oleh YB Khalid). Anwar dilantik PM.

Oleh kerana DAP parti kedua terbesar, maka Lim Kit Siang menjadi TPM. Kebanyakan kerusi kabinet diisi oleh MP dari PKR dan DAP. PM dari Sabah dan Sarawak juga menuntut hak yang lebih besar berbanding peruntukan kuasa di bawah BN sekarang. Pelantikan tanpa melihat kaum dan agama, tetapi melihat kepada kelayakan (dan janji semasa lompat-jika ada).

Diandaikan, hasilnya nisbah Menteri Muslim hanya 45% sahaja daripada keseluruhan anggota kabinet. (Ni lebih baik dari kabinet bayangan yang digambarkan melalui Blog Kula—Menteri muslim hanya 25% sahaja, baki 75% Menteri bukan muslim). Kementerian penting seperti Kementerian Dalam Negeri dan Pendidikan terpaksa diberikan kepada DAP setelah PKR menggondol kementerian penting lain iaitu Kementerian Kewangan dan Pertahanan.

Semua dasar yang melindungi bumiputera dikaji termasuk kouta universiti, penjawat awam, biasiswa dan sebagainya. Agensi yang bersifat ‘perkauman’ seperti MARA dihapuskan. Peruntukan untuk JAKIM dikurangkan, dan sebahagiannya dimasukkan kepada tabung pembangunan agama-agama lain.

Oleh kerana terlalu sibuk dengan penggubalan dasar baru serta mengambil masa untuk menyesuaikan diri, maka soal utama seperti penghapusan rasuh, agihan kekayaan secara adil dan memulihkan kehakiman hanya dilakukan sambil lewa dan kosmetik sahaja…

Jika senario seperti ini berlaku, apa sikap PAS? Adakah masih terus bersama kerajaan PR atau menyesal lantas isytihar keluar? Masa tu sudah terlambat.

Atas alasan itulah maka PAS perlu mengambil sikap yang lebih objektif iaitu setuju untuk setia dengan PR dan menyertai kerajaan Persekutuan PR. Tetapi dalam masa yang sama menggariskan terma-terma penyertaan agar kewujudan PAS lebih dihargai dan dihormati. Apa yang penting, PAS perlu menjadi benteng mempertahankan aqidah dan kadaulatan Islam di bumi Malaysia tercinta ini…

Dalam tulisan lain insyaallah saya akan gariskan cadangan syarat-syarat yang sesuai diketengahkan oleh PAS.

Faktor Anwar pecah belahkan PAS?

Jika anda mengamati akan anda jumpa perbezaan yang melebar dalam gerak langkah pemimpin PAS mutakhir ini. Bukan susah pun untuk mengesan. Dengan membuka helaian Harakah pun anda dapat tahu ada dua cara berfikir yang nampaknya kian mengutub.

Satu pihak mendokong sepenuhnya Projek Lompat. Satu lagi melihatnya dengan penuh waspada. Semuanya gara-gara Projek Lompat tajaan Anwar. Namun tidak pula kita boleh salahkan Anwar seluruhnya. Gersang wehdatul fikri ini juga bahana kurangnya wacana. Kirang bincang dari hati ke hati. Tidak hadam soal fiqh taghyir. Masalah ukhuwwah. Dan tak ada usrah khusus untuk pimpinan tertinggi. (Usrah sekadar selit dalam mesyuarat--memang tak cukup; ahli diasak untuk berusrah, pimpinan tertinggi bagaimana?)

Nampaknya juga melanda pendokong dan ahli-ahli. Kata penulis terkenal Tn Hj Azizi, anak-anak PAS mula semakin lebih galak memuja Anwar dari pemimpin sendiri. Lebih ghairah berbaju biru muda dari berwatak PAS.

Baca lah sendiri:



BADAN SAJA PAS - BAJU KEADILAN

-Azizi Hj Abdullah.

Memang muakpun melihat ramai ahli-ahli Pas, terutama kalangan anak-anak muda, apabila berbadan Pas tetapi berbaju Keadilan. Sesekali semacam hendak menyindir betapa aqidah kepartian mereka sangat senang digoncang hinggut oleh pengaruh apa yang dianggap ‘reformasi’. Bagaimanapun maksud sedemikian tidak jadi apabila berpegang kepada seruan pemimpin tentang perlunya menafikan 2/3 BN. Pembangkang perlu disokong.

Termasuklah saya pun, selalu tergila-gila menyertai ceramah KeAdilan, menyumbang sesuatu tetapi kerana badan sudah tua, kerja seperti Unit Amal saya tidak lakukan.

Jika mahu mengimbau kembali Pilihanraya Permatang Pauh 26hb Ogos 2008, sebenarnya telah kelihatan ramai ahli-ahli Pas semacam sudah menjadi ahli Keadilan, malah mereka lebih Keadilan dari Pas, mabuk rasa mabuk nama. Mereka seperti Mat Rempit menaiki motosikal dengan baju KeAdilan, lambang dan bendera KeAdilan lalu singgah di markas-markas KeAdilan dan Pas. Lagak mereka, mereka telah merengkuh habis berbakti kepada KeAdilan.

Ketika berselisih dengan rakan-rakan (ketika ini sudah tidak ketahuan lagi yang mana Pas yang mana KeAdilan) sangat payah hendak membeza yang mana orang KeAdilan dan yang mana orang Pas. Mereka akan melaung dan menjerit ‘Reformasi’ dan bukan lagi ‘Allahu Akbar.’

Yang lebih mendukacitakan, ketika Pilihanraya ke 12 pada 8 Mac yang lalu, ada ahli-ahli Pas lebih menumpukan kerja buat, gerak amal, mencula undi dan tercongok di Pondok Panas KeAdilan lebih dari Pas, jika kawasannya calon Pas tetapi kawasan sempadannya calon KeAdilan.

Yang lebih malang pula apabila seorang YB KeAdilan yang cuba memperjuangkan maruah Islam atas nama sebagai individu Islam, membantah kepada kumpulan yang hendak merosakkan perjalanan undang-undang Islam, lalu Parti KeAdilannya hendak mengambil tindakan, orang-orang Pas ini juga marah-marahkan kepada calon tersebut.

Terakhir, dari mulut ke mulut mereka impikan peralihan kuasa melalui KeAdilan (PKR) dan apabila ada pemimpin Pas berceramah, mereka akan merungut dan membeber mulut jika pemimpin Pas mengupas soal Peperangan Kubra atau Nuzul Qur`an dalam kontek politik kini, kerana pemimpin Pas itu tidak mengulas dengan penuh semangat bagaimana peralihan kuasa dan kewibawaan Dato’ Seri Anwar menjadi pemimpin.

Contoh yang digambarkan di atas bukan atas niat cemburu atau sakit hati atau menidak pentingnya kejayaan PKR. Sebaliknya kerana hendak menyambung apa yang diucapkan oleh Presiden Pas, Tuan Guru Hj Hadi Awang ketika berucap di perhimpunan Nuzul Qur`an di Kompleks Pas Kota Sarang Semut pada malam 17 Ramadan yang lalu.

Memanglah Presiden Pas itu tidak membuat gambaran seperti senario di atas. Bagaimanapun kerana sikap dan gaya begitu, budaya baru ahli-ahli Pas, maka Presiden mengingatkan begitu.

Sangat penting apabila Presiden Pas mengingatkan semua ahli-ahli Pas agar tidak terlalu terbawa-bawa dengan usaha membentuk kerajaan baru hingga sanggup mengenepikan ideologi parti itu untuk menubuhkan sebuah negara Islam.

Yang lebih penting dan perlu diingat ialah bagaimana perlunya konsisten dengan dasar perjuangan, jangan lari dari jemaah.Kemungkinan jauh di sudut hati Presiden, kebimbangannya ialah tidak mahu berlaku kepada ahli-ahlinya yang kononnya sudah mantap dengan aqidah perjuangan, jadi seperti peperangan Uhud; kerana sesuatu, meninggalkan medan perang sehingga lupa kepada pesan pemimpin.

Memang apa yang digambarkan di atas berlaku bukan saja ketika Pilihanraya Kecil Permatang Pauh pada 26 ogos yang lalu, sebaliknya berlaku di mana-mana ketika pilihanraya ke 12 yang lalu.

Begitulah seperti kata pepatah; lebih sudu dari bubur, berat rantai dari beruk yang ditunjukkan oleh sesetengah ahli Pas apabila berhadapan dengan parti PKR malah PKR sendiri selalu mendabik-dabik dada pula terhadap Pas apabila dilihat pengaruh mereka lebih kuat dari Pas, sedangkan tenaga kerja, sehinggalah menampal postar tetap bergantung kepada Pas.

Saya berpengalaman dalam soal ini ketika Pilihanraya ke 11 yang lalu, apabila menjadi Pengarah Majlis Tindakan DUN (MTD) dalam menghadapi pilihanraya dan ini berulang dalam pilihanraya ke 12 dalam kawasan di mana calon PKR bertanding.

Kita dapati semangat dan roh, dasar malah prinsip Pas benar-benar susut. Ahli-ahli Pas seperti menjadi ahli baru KeAdilan. Mereka berbangga.Kita menyebut ini bukan bermaksud menghulur pisau untuk mencantas tali hubungan dan meretak Pakatan Rakyat. Tetapi kita mesti ingat, bagi mereka yang beragama Islam, yang belajar sedikit sebanyak asas agama, apabila memasuki parti, mereka pasti memahami dasar perjuangan, dasar partinya dan itulah pasak pegangan politiknya.

Manakala soal menyokong pakatan untuk menafikan 2/3 majoriti BN soal lain, tetapi bukan menggadaikan dasar dan aqidah politik dari sudut agama yang dipegangnya. Ini soal “ Roditu Islama Dinna!” atau "Kami redo Islam itu agama kami!” Ini bererti jika dalam soal lain, kita sokong menumbangkan BN tetapi dalam masa yang sama kita tidak rela gadaikan Islam.

Inilah soalnya dan inilah yang diperingat oleh Presiden Pas.Tetapi malang, sebahagian besar pengikut Pas, malah sesetengah dari kalangan pemimpin Pas sendiri sudah terikut-ikut, terbawa-bawa malah sampai menjadikan Penasihat Parti Keadilan sebagai ‘anak angkat’ dan bukan mustahil sebagai ‘anak emas’ pula.

Tuan Guru Nik Abdul Aziz, selaku Mursyid Am kelihatan lebih berat condongnya, lebih tebal fanatiknya terhadap Presiden Parti Keadilan walaupun tidak merestui 100% dasar perjuangan Parti PKR.Tetapi Tuan Guru lupa, menyokong berlebihan, mengeluar kenyataan yang hebat-hebat sama dengan menyokong dasar perjuangan Anwar Ibrahim. Ini bukan soal kebenaran Dato' Seri Anwar dalam menghadapi fitnah, tetapi ini soal kebenaran dasar parti.

Kenapa membolehkan Tuan Guru Nik Abdul Aziz menegur Mustafa Ali dan menegaskan Mustafa, sama ada sebagai penganalisis politik atau Pengarah Strategi Pilihanraya adalah sama. Jika teguran ini benar, benarlah juga apabila kita memberi sokongan berlebihan kepada Anwar, bererti juga kita membenar dasar PKR.

Ini kesilapan kita. Ini tarbiah yang tidak disedari oleh Syura Pas ketika berhadapan dengan kebangkitan pengaruh Anwar, sehingga ahli-ahli Pas sudah jadi anak ayam lupa kepada ibunya lalu suka sangat kepada bapa itik.

Maka kerana itu, kita berpendapat teguran dan peringatan Presiden Pas di Kompleks Pas Kedah pada 17 Ramadan bukan saja sesuai tetapi sangat perlu dilihat oleh semua peringkat. Kita percaya Presiden sangat kuat mempercayai dan menyintai dasar Pas dan bimbang ahli-ahli Pas lupa tentang dasar sendiri.

Jika trend dan kecenderungan ini berlarutan, ditakdirkan pula PKR menerajui pemerintahan negara, saya sangat kuatir anak-anak muda malah ahli-ahli Pas sendiri yang kini sudah mulai menggilai Dato' Seri Anwar Ibrahim akan berbondong-bongdong mengangkat bungkus minta dibenarkan mengemis di serambi rumah KeAdilan.

Apakah demi kerana kita mahu menafikan majoriti 2/3 BN atau terus menumbangkan BN maka Pas sanggup menggadaikan prinsip, dasarnya? Jika jawapannya tidak, maka Pas mulai sekarang, melalui pakar strategiknya, melalui penganalisa politiknya mestilah cepat membendung pengaruh ini, terutama di kalangan anak muda. Selain dari dasar dan prinsip agama, soal unsur sekular juga mestilah diambil kira.

Contoh yang paling mudah:Bagaiamana mahu menarik anak muda supaya cenderung kepada pakaian jubah dari memakai kot? Kacaknya Anwar Ibrahim kerana tidak memakai jubah dan selekehnya bukan Anwar kerana serban dan jubah.

Kecenderungan kepada Anwar bukan kerana dasar partinya 100% tetapi kerana beberapa sebab. Di antaranya kerana simpati, ketokohan, berpidato yang tidak menjemukan. Apakah kerana pengaruh ini Pas tidak dapat mengawasi ahli-ahlinya dan jika mengawasi, dengan cara yang bagaimana?

Thursday, September 18, 2008

Jika ini jadi kenyataan...



Wednesday, September 17, 2008

Apa pertimbangan PAS sertai kerajaan Pakatan Rakyat?

Gabungan atau kerjasama politik boleh berlaku atas beberapa pertimbangan seperti kerana hubungan peribadi yang erat antara pemimpin, kebijaksanaan dalam perhubungan awam, kebolehan berunding, kemampuan mempengaruhi orang lain, karisma pemimpin. Kerjasama juga mudah berlaku jika terdapat persamaan dalam aliran politik. Selain faktor pemersatu dalaman kerjasama politik juga boleh berlaku kerana faktor pemersatu luaran seperi bersatu demi menghadapi musuh bersama iaitu pemerintah yang menindas.

Persoalannya, apakah asas dan pertimbangan PAS bersama-sama dengan kerajaan Pakatan Rakyat? Sebelum pilihanraya, kerjasama politik PAS adalah jelas iaitu untuk menghadapi kerajaan BN. Gambaran dominan dalam fikiran pemimpin PAS adalah untuk mengurangkan kerusi BN atau sekurang-kurangnya menafikan majoriti dua pertiga. Ketika merangka pelan kerjasama, persoalan penubuhan kerajaan bersama dengan PKR dan DAP tidak menjadi pertimbangan serius.

Hari ini situasinya berbeza. PAS diambang berkerajaan. Jika perjaya Projek Lompat, PAS akan bersama rakan-rakan PR iaitu PKR dan DAP untuk menubuhkan kerajaan persekutuan Malaysia. (Mungkin juga bergabung dengan BN—seperti yang diandaikan oleh sesetengan pihak). Persoalannya, adakah PAS telah membuat pertimbangan yang jitu berkaitan dengan penyertaan dalam kerajaan ini? Adakah PAS sudah mempunyai garis panduan yang terperinci berkaitan bentuk dan wajah kerjasama yang dikehendaki?

Tidak dinafikan bahawa PAS tetap boleh menyertai mana-mana pakatan kerajaan walau pun tanpa garis panduan. Namun risikonya adalah tinggi. Ketiadaan garis panduan yang jelas akan menjadikan PAS terkapai-kapai menentukan pendirian semasa berkerajaan. Bahkan ia akan menjadikan pendekatan PAS berbeza-beza mengikut selera pemimpin atau pendokongnya. Mungkin terlalu rigid sehingga berkeras dalam perkara yang sepatutnya boleh ditolak ansur. Mungkin terlalu longgar sehingga membiarkan prinsip perjuangan tergadai.

Islam tegas berasaskan prinsip. Prinsip mengatasi kepentingan politik. Namun dalam pengurusan siasah, soal prinsip ini perlu diungkap dalam bentuk realiti melalui kertas dasar, dan panduan kerja. Maka menjadi kemestian kepada gerakan Islam untuk merangka dengan jelas garis panduan berkerjasama dalam pemerintahan.

Penyertaan PAS dalam kerajaan Pakatan Rakyat perlu diperhalusi agar dibuat pada asas yang jelas dan betul. Saya ada menulis tentang pertimbangan yang perlu diambil kira oleh PAS sebelum menyertai pemerintahan yang tidak berasaskan Islam. Pada dasarnya penyertaan PAS adalah atas dasar maslahah atau bagi mengelakkan mudharat yang lebih besar.

Persoalannya: Apakah mudharat di bawah BN adalah lebih besar daripada mudharat di bawah kerajaan PR. Di sini perlu diperincikan apakah bukti dan andaian (berasas) yang dapat menyokong hujah berkenaan. Juga perlu tunjukkan apakah bukti penyertaan dalam pentadbiran Pakatan Rakyat lebih besar manfaat dari tidak menyertai dan menyokongnya atrau menyertai pemerintahan bersama UMNO/BN.

Walau pun perkara di atas cuba difahami secara common sense bagi sesetengan pihak, namun perincian tetap perlui memastikan setiap langkah yang diambil berpijak di atas landasan yang kukuh. Tafsiran berkaitan maslahah dan mudharat bukan satu yang mudah. Pihak yang membuat keputusan perlu melihat dari segenap aspek tanpa pengecualian. Bahkan, andaian-andaian yang berasas juga terpaksa dilakukan bagi menjangkakan risiko sesuatu keputusan berkenaan.

Tambahan pula terdapat sesetengah pihak yang enggan melihat soal tahaluf ini dari aspek fiqh tawazun (fiqh perimbangan). Kita pernah dengan suara yang mengehadkan penglibatan gerakan Islam dalam kerajaan dalam sebuah pemerintahan yang seratus peratus berasaskan Islam. Mereka menolak langsung kemungkinan penyertaan gerakan Islam dalam kerajaan campuran yang tidak berasaskan Islam.

Pemikiran ini banyak dilatari oleh beberapa tokoh di peringkat pertengahan kebangkitan gerakan Islam di Mesair selepas cubaan Ikhwan Muslimin untuk memerintah bersama dengan Jamal Abdul Naseer menemui kegagalan apabila Ikhwan dikhianati selepas bersama-sama menjathkan kerajaan Raja Farouk. Pengalaman pahit itu akhirnya membuahkan pemikiran yang keras dan rigid berkaitan penyertaan gerakan Islam dalam pemerintahan yang tidak berasaskan Islam.

Sedikit sebanyak pemikiran ini, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti As Syahid Sayyid Qutb dan mereka yang sezaman dengannya, turut mengalir dalam pemikiran gerakan Islam di negara-negara lain termasuklah Malaysia. Bahkan buku beliau seperti Ma’alim fi Al-Toriq (Petunjuk Sepanjang Jalan) dan lain-lain masih bertahan sebagai bahan rujukan penting gerakan Islam. Pada dasarnya hujah mereka adalah bernas, dan amat sesuai dalam situasi gerakan Islam ditindas hebat dan pernah pengalami pengalaman getir ditikam dari belakang dalam kerjasama selepas penubuhan kerajaan. Namun pemikiran dan hujah mereka tidak semestinya sesuai untuk setiap keadaan dan di setiap tempat.

Hal ini terbukti apabila gerakan Islam mutaakhir ini mengambil kedudukan yang agak elastic (murunah) dalam soal siyasah syariyyah. Soal fiqh awlawiyat, fiqh muwazahan, fiqh taghyir dan tahaluf siyasi dibahas dengan lebih mendalam sesuai dengan tuntutan semasa yang mengharapkan garakan Islam memainkan peranan ditengah-tengah massa—bukan lagi meminggirkan diri sebagai kumpulan pendesak semata-mata.

Penghijrahan beberapa tokoh gerakan Islam ke Negara Eropah dan Amerika Syarikat atas faktor keselamatan telah mempercepatkan proses keterbukaan ini. Suasana nagara maju yang subur dengan amalan demokrasi membuka mata tokoh-tokoh ini tentang peluang gerakan Islam untuk bertapak melalui kerangka sistem politik berkenaan. Tentunya, demokrasi menuntut pemainnya lebih terbuka, elastic, dan mempunyai kesediaan untuk berkerjasama demi mencapai hasrat politik.

Tokoh-tokoh gerakan Islam seperti Rachid Ghannouchi, Azzam Tamimi, Muhammad Salim Al-Awa yang menetap di England antara yang kerap menyuarakan keperluan gerakan Islam bersedia untuk menyertai kerajaan yang tidak berasaskan Islam demi maslahah dan mengelakkan mudarat. Tokoh-tokoh cendikiawan Islam di Amerika Syarikat yang pernah menjadi aktivis gerakan Islam di negara-negara Arab seperti Taha Jabir Alwani, Jamal Barzanji, Mustafa Tahan dan Ahmad Totonji juga menghalakan pemikiran mereka ke arah keterbukaan, termasuk dalam soal siasah. Walaupun aliran pemikiran mereka adalah rencam dan boleh dibahas panjang, namun secara umumnya mereka telah melihat halatuju politik gerakan Islam dari perspektif yang lebih luas dan bebas.

Tokoh tersohor iaitu Syaikh Dr Yusuf Al-Qaradhawi juga antara pelopor yang mengajak ke arah keterbukaan dan pertimbangan siyasi. Cetusan pemikiran beliau dalam hal ini terserlah lewat beberapa penulisan seperti Fiqh al-Daulah, Fiqh Al-Awlawiyat, Fiqh Al-Awlawiyat li Al-Harakah Islamiah. Beliau memberikan hujah panjang lebar tentang fiqh perimbangan (fiqh al muwazanah), konsep maslahah, prinsip elakkan mudharat, dan fiqh awlawiyat. Bahkan beliau menghuraikan dengan terperinci tentang penglibatan gerakan Islam dalam pemerintahan yang tidak berasaskan Islam. Beliau turut menggariskan beberapa syarat yang perlu dipegag bagi gerakan Islam yang menyertai pemerintahan yang tidak berasaskan Islam.

Sebenarnya pengalaman gerakan Islam menyertai kerjaan campuran dengan pemerintahan sekular telah pun dimulakan oleh PAS sendiri melalui kerajaan bersama dengan Perikatan. Sebelum itu berlaku juga penyertaan Ikhwan Muslimin dalam pemerintahan Jamal Abdul Nasser di Mesir. Kemudian kita dapati juga penglibatan Pak Natsir dalam politik Indonesia. Turut menjadi perhatian ialah kerjasama yang dijalin oleh Parti Refah pimpinan Erbakan dan kemudiannya dilanjutkan oleh kepimpinan Erdogan melalui Parti Kebajikannya.

Di Indonesia parti yang mirip PAS iaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan secara jelas bahawa ia sedia berkoalasi dengan mana-mana badan siasah. Apa yang menarik Presidennya Tifatul Sembiring menyatakan kecenderungannya untuk menggandingkan Presiden dan Naib Presiden dari dua latar yang berbeza iaitu Islamis dan nasionalis. Dia tidak menolak untuk bergabung dengan parti-parti nasionalis termasuklah Golkar, PDI-Perjuangan dan Parti Demokrat.

Kesimpulannya, PAS selaku gerakan Islam perlu istiqamah dalam cita-cita ulungnya untuk menegakkan pemerintahan yang berasaskan Islam. Namun realiti semasa menghalang pengakan pemerintahan itu berlaku secara mendadak. Terdapat situasi-situasi yang meletakkan PAS dalam kedudukan kritikal dalam membuat keputusan, iaitu sama ada memilih untuk menyertai pemerintahan yang tidak berasaskan Islam yang lebih adil atau membiarkan pemerintahan yang tidak berasaskan Islam yang zalim untuk terus memerintah.

Situasi ini menuntut PAS untuk bertindak berasaskan maslahah iaitu menyertainya walau pun tanpa melaksanakan syariat dengan sempurna seperti yang dicita-citakan. Sekurang-kurangnya PAS dapat melaksanakan sebahagian besar tuntutan Islam berkaitan pemerintahan yang bersih tanpa rasuah, penghapusan penindasan, keadilan kehakiman, pengagihan kekayaan sama rata dan seumpamanya. Penyertaan itu juga dapat menjadi batu loncatan untuk mencapai hasrat tinggi menegakkan pemerintahan berasaskan Islam.

Walau bagaimana pun penyertaan ini haya boleh berlaku selepas PAS meneliti persoalan fakta dan andaian yang dikatakan maslahah dan mudarat dengan terperinci. Ini kerana mungkin penyertaan yang dirasakan untuk maslahah itu akhirnya mendatangkan mudharat yang lebih besar seperti yang pernah dialami oleh garakan Islam lain.

Selepas membuat penelitian dan keputusan berasaskan syura—serahkan kepada Allah untuk memberikan hidayah dan pertolongan. Insyaallah pertolongan Allah akan datang kepada hambaNya yang ikhlas.

Malaysiakini mengapi-apikan perbezaan dalam PAS?

Perbezaan pendapat dalam sesebuah organisasi adalah fenomena biasa. Lebih-lebih lagi bila ia berdepan dengan satu suasana getir untuk membuat satu keputusan yang besar, penting dan sukar.

Saat ini PAS berdepan dengan saat itu. Ia perlu membuat keputusan sama ada teguh mendokong Projek Lompat dan bersama kerajaan Persekutuan PR atau tidak. Sekali imbas, tentunya PAS tidak akan teragak-agak untuk menyertainya. Bukankah PAS sejak dari dulu lagi mahu menghumbankan kerajaan UMNO/BN. Bukankah PAS telah pun bersetia dengan PKR atau dahulunya PKN (KeAdilan) sejak sekian lama. Bukankah PAS adalah komponen penting kerajaan PR di lima negeri. Situasi ini menunjukkan seolah-olah tidak perlu lagi diungkit persoalan sama ada menyokong atau tidak.

Namun terdapat sebagaian dari pemimpin dan pendokong PAS mula menimbulkan persoalan: Jika BN ditumbangkan adakah kerajaan baru PR nanti lebih baik dari kerajaan BN? Adakah mudarat di bawah BN lebih kecil dari mudarat di bawah kerajaan PR nanti? Adakah kedudukan Islam dan kuasa muslim akan lebih baik dibawah PR berbanding BN, atau sebaliknya?

Persoalan di atas kelihatan nakal dan pesimis. Namun, dalam siasah Islam, setiap fakta dan maklumat mestilah diperhalusi sebelum sesuatu keputusan itu dibuat. Maka tidak salah untuk mengemukakan persoalan demikian. Dan tidak salah untuk mempunyai pendapat yang berbeza. Kini rasanya PAS belum membuat keputusan yang lengkap--masih bayak perkembangan yang perlu diikuti sebelum keputusan dibuat. Maka tak salah untuk berbeza pandangan-- sehinggalah parti dan jamaah telah membuat keputusan lengkap. Pada masa itu barulah masing-masing perlu akur dan patuh kepada ketetapan syura.

Tidak salah untuk mempunyai perbezaan pendapat, selagi ia dibuat dengan sopan, berakhlak dan berhemah agar tidak mengharu birukan organisasi. Maka bagi saya perbezaan yang berlaku ini sihat, kecuali jika ada yang tidak ikhlas yang mahu melihat PAS rosak. Saya sedih dengan blog antihusam. Sedih dengan keghairahan Penarik Beca. Sedih juga dengan laporan Malaysiakini seperti di bawah ni:

Gara-gara projek pembentukan kerajaan baru pada 16 September seperti diura-urakan penasihat PKR Datuk Seri Anwar Ibrahim, PAS pula yang terpaksa bertelagah sesama sendiri khususnya antara Mursyidul Amnya Datuk Nik Abdul Aziz Nik Mat dengan Pesuruhjaya PAS Terengganu Datuk Mustafa Ali.

Susulan sikap kritikal Mustafa terhadap projek Anwar dalam wawancaranya dengan Harakah dan Utusan Malaysia minggu lalu, Nik Aziz menyifatkan pengarah pilihanraya parti itu "sudah menjadi lidah Umno" dan "betul-betul serupa dengan nada presiden Umno".

Dalam kenyataannya sebagai reaksi terhadap pandangan Mustafa, Nik Aziz turut menyifatkan PAS Terengganu "telah tersalah memilih seorang pesuruhjaya" dengan membandingkan kenyataan bekas perdana menteri Tun Dr Mahathir Mohamed yang menganggap tersilap memilih penggantinya Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi.

Tokoh besar PAS itu turut membayangkan Mustafa kemungkinan akan meninggalkan PAS dan menyertai Umno.Bagaimanapun beberapa bahagian panas kenyataan panjang Nik Aziz ini, yang dikirimkan kepada Harakah, tidak dimuatkan dalam akhbar rasmi parti itu dalam edisi terbarunya.

Tidak cukup dengan serangan itu, Nik Aziz mengulangi kritikannya kepada Mustafa dalam ceramah di Markaz Tarbiah PAS di Gombak, Ahad lepas, dua hari selepas kenyataan kontroversi itu diterbitkan.Dihubungi Malaysiakini semalam, pesuruhjaya itu enggan mengulas kenyataan Nik Aziz.

Mustafa dalam kedua-dua akhbar itu berpendapat perubahan kerajaan yang cuba diusahakan Anwar hari ini "tidak mungkin berlaku" dengan dua alasan. Pertama, pada tarikh itu, Dewan Rakyat tidak bersidang, maka undi tidak percaya terhadap perdana menteri tidak boleh dibawa walaupun majoriti ahli parlimen menyebelahi Pakatan Rakyat.Beliau juga dilaporkan berkata, secara politiknya, tidak pernah berlaku wakil rakyat kerajaan melompat parti untuk menyertai pembangkang.

Beberapa jam sebelum serangan sinis Nik Aziz kelmarin, seorang wartawan Harakah terpaksa menarik balik kenyataan penuh menteri besar Kelantan itu daripada blognya atas arahan ketua pengarang eksekutif akhbar itu Ahmad Lutfi Othman (foto kanan).

"Beberapa alasan telah diberi, namun saya pasti sebenarnya beliau tersepit. "Malangnya oleh kerana kebimbangan saya di atas beberapa sebab, saya dengan itu menarik kembali artikel tersebut dengan rasa berat hati dan merasai kebebasan bersuara telah disekat," catat Wan Nordin Wan Yaakob di blognya Politik Suku Sakat (wannordinwanyaakob.blogspot.com).

Tambahnya, seorang lagi wartawan akhbar rasmi PAS itu "turut menerima tamparan apabila seorang pemimpin menghubunginya dan meminta isu itu jangan dihebahkan, malah kenyataan Tok Guru (Nik Aziz) itu katanya (pemimpin itu) melampau."

"Saya hanya penulis picisan yang terhimpit dengan ideologi politik suku-sakat, dan inilah yang dikatakan 'Politik Suku Sakat', akhirnya saya juga yang terkena penahan mereka," kata wartawan itu lagi.Wan Nordin, yang menulis berita 'Mursyidul am mahu Pakatan Rakyat diperkukuh: Mustafa ditegur', bagaimanapun tidak mendedahkan pemimpin-pemimpin PAS yang mengganggu beliau dan wartawan wanita itu. Usaha Malaysiakini menghubunginya hari ini gagal.

Dalam kenyataan yang sama, kini beredar lebih meluas dalam kalangan penyokong PAS yang pro-kerjasama dengan Pakatan Rakyat, Nik Aziz turut melahirkan kebimbangannya apabila Harakah sendiri terlibat menyiarkan pandangan Mustafa yang meragui usaha menumbangkan kerajaan BN gaya Anwar itu. "Saya tidak dapat bayangkan bagaimana Harakah boleh memainkan peranan sebagai lidah rasmi parti dan organ parti, apabila orang nombor satu (Mustafa) yang merupakan pesuruhjaya PAS Terengganu ini telah mengambil sikap membelakangi keputusan Muktamar," kata Nik Aziz.

"Saya percaya, ini sedikit sebanyak akan mempengaruhi pojok, cerita, berita dan analisis yang dibuat. "Dengan dibenarkan penerbitan dua kali seminggu maka lebih cepat lagilah ia boleh merosakkan imej Harakah. Pada logiknya, pembaca Harakah akan berkurangan. "Saya fikir suatu keputusan perlu dibuat mengenai perkara ini."Bagaimanapun ada pihak yang menganggap kenyataan mursyidul am PAS dikarang oleh "kumpulan Erdogan", pemimpin-pemimpin muda beraliran moderat yang dikatakan diketuai oleh naib presiden PAS Datuk Husam Musa - beliau bagaimanapun menafikannya.

"Saya tidak percaya (kenyataan) itu adalah tulisan Tuan Guru Nik Aziz ataupun kenyataan yang keluar dari isi hati dan lidah beliau. "Nik Aziz yang kita semua kenal tidak pernah menyerang peribadi seseorang secara terbuka, lebih-lebih lagi sesama pimpinan PAS," kata blog Anti Husam, yang pertama kali memperkenalkan ungkapan "kumpulan Erdogan", bersempena perdana menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan.

"Saya percaya Husam dan/atau kumpulan Erdogannya berperanan besar untuk mengeluarkan kenyataan tersebut... sama ada disedari oleh Nik Aziz ataupun tidak. "Mana mungkin Nik Aziz menyebut perkataan 'standing ovation' (tepukan hormat sambil berdiri) dalam kenyataannya. "Lebih-lebih lagi fakta yang kononnya muktamar memutuskan untuk mengukuhkan Pakatan Rakyat secara standing ovation tidak tepat sama sekali."

Pertembungan kali ini mengesahkan wujudnya dua puak, atau setidak-tidaknya dua aliran, dalam PAS yang saling berbeza pandangan berhubung isu pertukaran kerajaan pada 16 September, muqabalah dengan Umno dan kerjasama dengan Pakatan Rakyat.Namun, kenyataan senada dengan Mustafa itu bukan pertama kali dikeluarkan oleh pemimpin atasan parti itu. Naib presidennya Mohamad Sabu baru-baru ini pernah menyatakan keraguannya pada projek Anwar tersebut. Bagaimanapun, oleh kerana beliau dilihat tidak cenderung kepada kumpulan tertentu, pandangan bekas ahli parlimen Kuala Kedah itu tidak menimbulkan pertikaian besar seperti Mustafa.

Lagipun, Mohamad dikatakan pro-kerjasama dengan Pakatan Rakyat dan tidak selesa dengan rundingan PAS-Umno. Berbeza dengan Mustafa yang dilihat sebagai seorang arkitek dalam projek muqabalah dengan sokongan penuh Presiden PAS Datuk Seri Abdul Hadi Awang - kedua-duanya tokoh berpengaruh dari Terengganu.

Dua aliran ini turut mempengaruhi beberapa pihak lagi dalam PAS. Badan perhubungan PAS Johor menyokong Mustafa, sementara Kelab Penyokong PAS menyebelahi Nik Aziz.Apakah kita akan menyaksikan keretakan yang lebih besar dalam PAS susulan kemenangan besar parti itu dalam pilihanraya umum 8 Mac lalu yang mulai ketara menjelang dan sewaktu muktamar ke-54 di Ipoh?


Tuesday, September 9, 2008

Islam dan PAS dalam kerajaan Persekutuan Pakatan Rakyat

Saya gembira membaca tulisan Ust Nasarudin Tantawi yang bertanya Bagaimana Kerajaan Selepas 16 September Ini?. Sekurang-kurangnya saya perolehi satu tulisan yang kritikal dan analitikal terhadap apa yang akan berlaku kepada Islam pada masa akan datang.

Sikap beliau yang ingin tahu tentang rupa bentuk negara yang akan ditubuhkan oleh Datuk Seri Anwar itu amat terpuji. Terang lagi bersuluh, seperti yang dikatakan olehnya, kedudukan Islam masih belum pasti. Adakah semakin baik atau semakin luntur.

Saya petik tulisan beliau:


Saya tanya dengan pimpinan atasan PAS , rupanya mereka juga tidak tahu menahu mengenai rupa wajah kerajaan yang bakal dibentuk. Saya bertanya kepada orang yang kuat menyokong pun , mereka tak tahu bagaimana bentuk kerajaan tersebut . Mereka hanya jawab , kita kalahkan UMNO dulu . Mereka hanya menyokong tanpa mengetahui apa sebenarnya yang mereka sokong.

Sekurang - kurangnya kita boleh bersandar kepada pimpinan kita dengan penuh keyakinan dan kepercayaan kita kepada pimpinan . Tapi ..... kalau dah pimpinan tertinggi PAS pun tak tahu apa tentang bentuk kerajaan yang bakal ditubuh , kita nak sokong macam mana ? tak kan nak sokong buta begitu sahaja ? tanpa kita tahu apa yang akan kita sokong ?

Saya nak tanya saudara , saudara tahu tak bagaimana bentuk kerajaan yang bakal ditubuhkan itu ? atau saudara hanya menyokong tanpa mengetahui apa - apa ? hanya kerana mahu UMNO dijatuhkan .

Siapa yang bakal jadi perdana menteri , timbalan (perdana) menteri , anggota kabinet dan bagaimana pula dasar negara malah banyak lagi perkara yang tidak mempunyai satu keputusan yang jelas terutama antara kompenan parti pakatan rakyat .

Saya secara individu menyifatkan ini bukan kerajaan Pakatan Rakyat tetapi lebih kepada Kerajaan Anwar . Kerana pimpinan Pakatan Rakyat yang lain ( selain Anwar dan orang - orang kanannya ) , terutama pimpinan PAS , mereka juga tidak tahu menahu bagaimana perancangan ke arah membentuk kerajaan tersebut , bagaimana ia akan dibentuk dan siapa yang akan menganggotai kerajaan itu ???

Apatah lagi bila ditanya bagaimana kedudukan Islam . Apakah jaminan untuk Islam dalam Kerajaan baru kelak . Sehingga hari ini belum ada satu jaminan dari pendirinya bahawa Islam pasti diberi jaminan agar ia berada di tempatnya yang layak .



Bagi PAS penyertaan dalam kerajaan Persekutuan Pakatan Rakyat bukan perkara kecil. Pertama, jika ia berlaku penyertaan ini adalah pengalaman pertama PAS menyertai sebuah kerajaan berdaulat yang tidak berasaskan Islam sejak kepimpinan ulama (yang diinstitusikan melalui Majlis Syura Ulama). Maka penyertaan ini perlu diperhalusi melalui hujah syari' yang kukuh dan berpulur. Soal ini pernah saya ulas dalam tulisan saya yang lalu (Bolehkah PAS menyertai pemerintahan tidak berasaskan Islam?).

Kedua, kedudukan PAS yang minoriti iaitu 23 kerusi dari lebih 112 kerusi tentunya mewujudkan persoalan besar tentang kedudukan Islam dalam pemerintahan. Jika merujuk kepada formula Pakatan Rakyat dalam pembahagian kuasa eksekutif yang terikat dengan komposisi parti dalam badan legislatif seperti dalam nisbah pembahagian kerusi exco di Perak, maka peratusan ahli kabinet Muslim mungkin lebih kecil berbanding yang ada sekarang. (Kecuali jika pelompat itu majoritinya dari UMNO). Maka, satu jaminan yang lebih meyakinkan tentang kedudukan kuasa Muslim amat diperlukan.

Ketika mula-mula memberikan komen dalam isu muzakarah, saya pernah menyentuh tentang perlunya rundingan tersebut. Saya ulas:

Cuma perlu diingat, bila kita ada rakan dalam pakatan politik, jangan pula mengenepikan rakan. Bagi saya, muzakarah itu perlu terbuka, dan dilaporkan kepada rakan-rakan lain. Jangan sampai muzakarah bertukar jadi rundingan politik.

Kaedah ini juga terpakai untuk PKR dan DS Anwar. Saya tak tahu sama ada beliau berbincang dan melaporkan kepada rakan-rakan PAS dan DAP atau tidak, ketika berunding dengan ahli-ahli Parlimen yang akan lompat. Sepatutnya beliau telus dengan menjelaskan semua perkara kepada rakan pakatan: siapa yang dirunding, apa yang dirunding, apa 'tawaran' (jika ada), dan segala-galanya berkaitan rundingan itu. Perlu telus. Barulah pakatan politik ini membawa makna.

Bahkan sepatutnya, pihak yang mewar-warkan penubuhan kerajaan persekutuan Pakatan Rakyat (PKR dan DS Anwar) sepatutnya terlebih dahulu berunding dengan rakan-rakan tentang bentuk kerajaan, pembahagian kerusi kabinet, dan rangka asas kerajaan sebelum sibuk menarik masuk ahli Parlimen BN melompat ke PR. Saya tak pasti adakah tindakan ini sudah dibuat atau tidak. Zahirnya nampak seolah-olah tiada kesepakatan padu dalam mencanag idea penubuhan kerajaan PR yang diwar-warkan itu. Sebagaimana PAS diminta untuk telus dan tidak membelakangi rakan, demikianlah PKR dan Anwar juga perlu sentiasa telus dan tidak membelakangkan PAS dan DAP.

PAS sebagai parti Islam perlu menjadi contoh kepada rakan lain. Dalam berjanji dan bersahabat, ada akhlak dan kaedahnya. Jika rakan lain tersasar PAS perlu tegur dan perbetulkan. Usahlah bertindak membalas kesilapan rakan lain dengan satu kesilapan di pihak PAS pula. Harapan rakyat khasnya pencinta Islam kepada PAS amatlah tinggi untuk melihat PAS mampu menjadi sebuah parti yang bersedia untuk memerintah dan bijaksana dalam bersepakat demi kebaikan rakyat.



Rupa-rupanya sangkaan saya tepat, seperti yang disebut oleh Ust Tantawi. Inilah yang mendukacitakan. Bagi saya inilah punca kenapa sebahagian pimpinan PAS kelihatan tidak bersungguh-sungguh untuk seiring mendokong penubuhan kerajaan PR 16 September ini.

Walau bagaimana pun, perkembangan ini tidak sepatutnya menjadikan PAS bersikap pasif dan sekadar menunggu. Sepatutnya, PAS yang berakarkan Islam dapat mengemukakan satu garis panduan khusus tentang bentuk kerajaan yang boleh disertai dan sebaliknya. PAS juga boleh menyenaraikan syarat-syarat penyertaan dalam kerajaan pakatan itu. Perlu juga disenaraikan situasi-situasi yang memerlukan PAS keluar dari sesuatu kerajaan pakatan. Hal ini pernah juga saya ulas ketika mengajak agar Tahaluf Siyasi PAS ditajdidkan kembali. Selepas enam bulan PRU 12, nampaknya belum ada satu langkah konkrit ke arah itu.

Baru-baru ini Tuan Guru Presiden PAS telah menyebut bahawa PAS tidak kisah siapa yang menjadi Perdana Menteri, asalkan pemimpin itu dapat mendaulatkan Islam. Alhamdulillah, kenyataan itu dijadikan tajuk muka hadapan Harakah. Bagi saya kenyataan beliau bukanlah satu syarat, tetapi satu isyarat. 'Mendaulatkan Islam' tidak boleh menjadi syarat dalam pakatan kerajaan yang tidak berasaskan Islam. Jika PAS berkeras menjadikannya sebagai syarat, maka hampir pasti penubuhan kerajaan Pakatan Rakyat hanya tinggal harapan. DAP dan sebahagian MP PKR akan menolak sekeras-kerasnya syarat 'mendaulatkan Islam' (baca 'Agenda Negara Islam PAS'). Namun apa yang disebut oleh TG Abd Hadi lebih berbentuk isyarat.

Isyarat, supaya DS Anwar tengok belakang dahulu sebelum gopoh ke depan. Isyarat supaya semua menyedari bahawa PAS mempunyai syarat sebelum menyertai kerajaan Pakatan Rakyat. Isyarat bahawa PAS tidak akan membiarkan Islam terpinggir dalam kerajaan baru nanti.