Wednesday, October 22, 2008

Timbalan Perdana Menteri Bukan Muslim: Anda setuju?

Saya tak pasti siapa yang memulakannya. Namun idea untuk mewujudkan jawatan Timbalan Perdana Menteri 2 dan 3 dengan diisi oleh pemimpin bukan Muslim sudah lama kedengaran. Sejak dari tahun 1980-an lagi. Mungkin juga lebih awal dari itu.

Sejak DS Anwar mencanangkan penubuhan perajaan Pakatan Rakyat, terdapat juga suara-suara yang menyebut tentang kewujudan jawatan ini. Saya tak pasti adakah ia sekadar cakap-cakap atau memang perancangan. Saya juga tak pasti adakah ia telah mendapat endorsement dari PAS, PKR dan DAP atau belum. Namun, cadangan ini nampak seperti mahu dilaksanakan. Bahkan ada juga yang menambah bahawa perlu ada jawatan TPM4 untuk pemimpin dari Sabah atau Sarawak selain dari TPM2 untuk kaum Cina dan TPM3 untuk kaum India.

Kemudian timbul pula cadangan dari Ketua Pemuda MCA baru Datuk Liow Tiong Lai yang cadangkan agar wujud jawatan Timbalan Pengerusi 2 untuk BN dari MCA. Saya percaya, jika ideanya dipanjangkan MIC pun akan meminta jawatan Timbalan Pengerusi 3. Seterusnya ia akan membawa kepada wujud jawatan TPM2 dan 3 sebagai datu imbangan tawaran kepada apa yang mungkin ditawarkan oleh Pakatan kepada kaum Cina dan India.

Kemudiannya saya terbaca ulasan YB Khalid Samad yang dipaparkan dalam blog rasmi PAS. Petikan beritanya seperti berikut:

Mengulas lanjut mengenai kegusaran pihak tertentu tentang jawatan Timbalan Perdana Menteri (TPM) yang mungkin disandang oleh orang bukan Melayu, Khalid berkata perbincangan tentang jawatan tersebut masih belum dilakukan. 

“Bagaimanapun bagi saya ia bukan satu isu, yang penting jawatan nombor satu adalah Muslim, sekiranya timbul masalah kita boleh lantik jawatan Timbalan Perdana Menteri kepada tiga orang di mana menteri-menteri akan diagihkan di bawah TPM. 

“Oleh kerana jawatan TPM bukan satu jawatan
yang disebut dalam perlembagaan, maka kaedah tersebut boleh digunakan,” katanya. 

Jelas Khalid,
DAP mengetahui tentang sensitiviti berhubung jawatan tersebut. 

 

Jika anda bertanya kepada saya, adakah saya setuju? Saya akan jawab setuju jika tokoh Cina, India dan pemimpin dari Sabah/Sarawak itu adalah MUSLIM.

Jika tokoh itu bukan Islam, maka saya tidak setuju.

Bagi saya selagi kita mampu, kita perlu terus kekalkan kuasa pemerintahan ini di tangan umat Islam. Walau pun jawatan itu tidak wujud dalam Perlembagaan, penerimaannya selama ini secara konvensyen perlu dipertahankan. Usah terlalu mudah dan murah dalam mengendurkan kedudukan kuasa umat Islam.

Ini bukan soal perkauman atau sentiment kebencian berasaskan agama. Soal hak kekuasaan ini wajar dipertahankan berdasarkan beberapa faktor:

  1. Maslahah umat Islam yang masih belum kukuh dari aspek pendidikan, ekonomi dan akhlak. Kerosakan dan kepunahan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini menjadikan kedudukan umat Islam secara komperatifnya bukan semakin baik, bahkan semakin merudum.
  2. Perlunya dominasi kuasa umat Islam untuk menegakkan agama Allah (jika bukan melalui kerajaan Pakatan Rakyat hari ini mengukin untuk masa hadapan). Jadi, sebarang usaha untuk merungkaikan amalan konvensyen yang sedia ada akan merumitkan usaha mendaulatkan Islam suatu hari nanti.
  3. Faktor sejarah yang membuktikan umat Islam memerintah bumi ini secara total dengan pelaksanaan undang-undang Islam termasuk undang-undang jenayah Islam yang sering menjadi bahan pertikaian itu.

Maka, atas premis di atas, saya amat berharap agar cadangan unutk mewujudkan jawatan TPM2, 3 dan 4 dengan dipegang oleh bukan muslim ditolak. PAS selaku benteng yang berperanan mempertahankan Islam perlu tegas dalam hal ini.

Saya tak pasti, adakah apa yang disebut oleh YB Khalid itu satu keputusan Lajnah Politik atau pandangan peribadi. Jika, ia keputusan rasmi saya berharap agar perkara itu dirujuk kepada Majlis Syura dan Jawatankuasa Pusat. Jika ia sekadar pandangan peribadi, saya cadangkan YB Khalid hentikan mengeluarkan idea yang mungkin boleh melunturkan kedudukan Islam. (Apa lagi jika menggambarkan seolah-olah bersedia untuk menerima TPM tunggal bukan Muslim dengan ungkapan 'yang penting jawatan nombor satu adalah Muslim')

Tahaluf Siyasi Parti Keadilan Sejahtera Indonesia

PKS adalah satu parti yang didokong oleh Islamis di Indonesia. Sistem perkaderannya agak kemas dan tersusun, bahkan mempunyai pemeringkatan ahli ala-Ikhwan. Parti ini teguh mempertahankan prinsip dan amalan Islam, tetapi dalam masa yang sama bijak melabuhkan suara terbukanya di tengah-tengah bumi Indonesia.

Menjelang Pemilu 2009 (Pemilihan Umum), PKS meletakkan sasarannya mendapat 20% undi dari seluruh pengundi Indonesia. Peratusan ini dikira tinggi berdasarkan politik Indonesia yang tidak mempunyai parti unggul. Parti terbesar seperti Golkar dan PDI-P hanya menguasai sekitar 25% sahaja.

Jika sasaran PKS itu menjadi kenyataan, mereka akan mencalonkan Capres (Calon Presiden) mereka sendiri. Jika agak merosot mereka akan mencalonkan Cawapres (Calon Wakil [Naib] Presiden). Yang pasti mereka perlu bekerjasama dengan parti lain untuk melaksanakan misi itu.

Kerjasama PKS boleh dilakukan dengan parti-parti Islam kerana di sana terdapat banyak parti berasaskan Islam seperti PPP, Parti Bulan Bintang dan seumpamanya. Ada juga parti yang condong kepada Islam seperti parti Amien Rais (Partai Amanat Nnsional) dan parti Nahdiyyin seperti Parti Kebangkitan Bangsa yang dahulunya dipelopori oleh Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Tetapi berdasarkan maklumat dibawah, nampaknya PKS lebih cenderung untuk berkoalasi dengan parti berbasiskan nasionalis terutamanya Golkar, PDI-P dan Parti Demokrat.

Trend ini sekurang-kurangnya seiring dengan sikap golongan Islamis di Malaysia yang juga berkerjasama dengan kelompok sosialis-liberal-demokrat seperti PKR serta parti berlatar non-Muslim seperti DAP.

Namun persoalannya, adakah golongan Islamis di Malaysia bersedia untuk pergi lebih jauh iaitu bukan sekadar kerjasama untuk berpilihanraya atau mentadbir negeri, tetapi berkerjasama untuk memerintah negara.

Artikel berkaitan- dipetik dari laman web PKS :

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menargetkan perolehan suara Pemilu legislatif 2009 sebesar 20 persen. Jika target itu terpenuhi, PKS akan mengajukan Calon Presiden (Capres) sendiri. Dua kader PKS paling berpeluang jadi Capres atau Cawapres (Calon Wakil Presiden) adalah Hidayat Nurwahid atau Tifatul Sembiring. Kaderisasi partai ini berjalan sangat baik dibanding beberapa partai lain. Citra partai ini juga terus menaik. Tampilnya para politisi muda berpendidikan dan mengusung moral (Islami), kepedulian sosial dan beberapa kegiatan dengan cara damai telah menjadi daya tarik tersendiri partai ini. Diperkirakan, perolehan suara partai ini akan naik dibanding Pemilu 2004. Target 20 persen bisa mungkin tercapai, paling sedikit suara 10 persen kemungkinan besar akan tercapai.


Jika preolehan suara PKS mendekati 15 persen, kemungkinan partai ini sudah akan mengusung Capres sendiri dengan mengajak partai lain berkoalisi, walaupun para petinggi partai ini menyebut bahwa partai ini baru akan mengajukan Capres jika perolehan suara Pemilu legislatif mencapai 20 persen. Bahkan dengan perolehan sedikit di atas 10 persen saja, PKS kemungkinan sudah akan mengajukan Capres sendiri berkoalisi dengan partai lain.


Jika PKS mengajukan Capres sendiri, kemungkinan kader yang akan mereka ajukan adalah Hidayat Nurwahid, mantan Presiden PKS yang saat ini menjabat Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pilhan kedua adalah Tifatul Sembiring, Presiden PKS. Kedua kader PKS ini berusia lebih muda dibanding beberapa tokoh (kandidat Capres) lainnya. Hidayat dan Tifatul akan berusia 48 tahun saat Pilpres 2009 diadakan. Sementara, SBY menginjak usia 60, Megawati Soekarnoputri 62 tahun, Wiranto (62), Sultan Hamengku Buwono X (63), Akbar Tandjung (64), dan Sutiyoso (65), Amien Rais (65), M Jusuf Kalla (67) dan Abdurrahman Wahid (69).


Jadi Hidayat atau Tifatul bisa mewakili generasi muda (generasi baru) dalam pertarungan merebut kepemimpinan nasional pada 2009 nanti. Dalam hal apakah kedua tokoh ini akan benar-benar tampil sanagt tergantung pada keputusan PKS. Perlu dicatat, dalam hal penentuan siapa di antara kedua tokoh ini atau kader PKS lain, menjadi Capres atau Cawapres, sejauh ini, partai ini sangat taat pada mekanisme partai. Segala keputusan diambil dalam mekanisme partai yang berpuncak pada Majelis Suryo. Dan siapa pun yang ditetapkan melalui mekanisme partai, selalu mendapat dukungan sepenuhnya dari para kader dan kepengurusan di semua tingkatan. Mesin politik partai ini berjalan dengan baik.


Hal ini pula yang memberi nilai tambah pada posisi tawar partai ini jika berkoalisi dengan partai atau tokoh lain. Sementara, dengan partai mana dan tokoh mana PKS akan berkoalisi sangat ditentukan pada persamaan visi dan misi. Berkoalisi dengan partai berbasis Islam lainnya, sangat memungkinkan. Namun secara taktis dan strategis, PKS lebih memungkinkan berkoalisi dengan Partai Hanura, Partai Demokrat, Partai Golkar dan/atau PDI-P.


Tapi masalahnya, keempat partai ini berniat mengajukan Capres sendiri, apalagi Partai Demokrat dan PDIP sudah pasti mengusung Capres sendiri yakni SBY dan Megawati. Maka jika PKS mengusung Capres sendiri, paling berpeluang berkoalisi dengan Partai Golkar. Tapi jika dilihat dari kedekatan tokoh (figur), PKS kemungkinan akan berkoalisi dengan Partai Hanura (jika Hanura meraih suara 3-5 persen saja dalam Pemilu legislatif) dengan mengusung Wiranto sebagai Capres berpasangan dengan Hidayat Nurwahid atau Tifatul Sembiring sebagai Cawapres.


PKS sendiri sudah mulai menghitung kekuatan koalisi pasca Pemilu 2009. Menurut Presiden PKS Tifatul Sembiring, PKS menyadari bahwa pada 2009 belum mampu menjadi partai yang mendapat suara mayoritas (single majority). Dijelaskan, sistem pemilu dengan multipartai sederhana seperti yang berlaku di Indonesia sekarang ini dinilai tidak mungkin menciptakan single majority. Tifatul memprediksi, dalam Pemilu 2009 tidak akan ada partai yang meraih suara di atas 25 persen.


Tifatul mengatakan, mozaik kebhinekaan kekuatan parpol di Indonesia sangat cair. Menurutnya, Indonesia tak lagi ’kuning. Kini, parta-partai papan atas dan tengah saling berbagi kekuatan di seluruh wilayah Indonesia.


Tifatul mengungkapkan, beberapa studi terakhir menemukan koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi kekuatan paling ideal dalam membangun pemerintahan. “Riset terakhir, PDIP dan PKS paling kuat kalau membentuk koalisi,” ujar Tifatul.


Namun, ungkap Tifatul, visi PKS tentang calon presiden ideal di 2009 tak segaris dengan PDIP. Dalam visi PKS, calon presiden ideal harus dari kalangan muda. “Kita butuh presiden balita, bawah lima puluh tahun,” ungkapnya. Sementara PDI-P telah memutuskan akan kembali mengusung Megawati Soekarnoputri sebagai Capres pada Pemilu 2009.


Tifatul menjelaskan, permasalahan yang dihadapi Indonesia sangat kompleks. Karena itu, katanya, seorang calon presiden harus mempunyai pemikiran segar dan matang untuk menemukan solusi atas kesulitan bangsa. Dia harus tahu what dan how-nya. Yang pasti, kata Tifatul, permasalahan ini tidak bisa diatasi dengan iklan di TV, main film, dan nyanyi-nyanyi.


Sementara itu, dalam beberapa kali survei internal PDI-P untuk menjaring Cawapres pendamping Megawati, nama Hidayat Nur Wahid salah satu nominasi unggulan. Dari lima nominasi unggulan, hanya Hidayat yang berumur di bawah 50 tahun. Perpaduan Megawati (PDI-P) dan Hidayat Nurwahid (PKS) dinilai berbagai pihak cukup ideal merepresentasikan pelangi kebhinnekaan. Pasangan ini, diprediksi akan sangat berpeluang memenangkan Pilpres 2009.


Pilihan lain, kemungkinan PKS akan berkoalisi dengan Partai Golkar. Sebagaimana pernah dikemukakan Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso, salah satu alternatif yang dipertimbangkan Partai Golkar dalam pemilu presiden nanti adalah menggandeng partai politik berbasis Islam. Untuk Capres-Cawapres, salah satu alternatif Ketua Umum Partai Golkar M Jusuf Kalla disandingkan dengan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid. “Kombinasi itu bisa dibalik menjadi Hidayat-Kalla kalau perolehan suara PKS pada Pemilu 2009 mengungguli Partai Golkar,” kata Priyo.


Kemungkinan lain, yang juga berpeluang meraih suara signifikan, jika tidak jadi pemenang, paling tidak di urutan kedua, PKS berkoalisi dengan Partai Demokrat yang diperkirakan perolehan suara Pemilu legislatifnya akan mencapai 10-12 persen. Koalisi ini akan mengusung SBY-Hidayat atau SBY-Tifatul.


Dari berbagai kemungkinan, yang paling pasti adalah PKS akan mengusung kadernya (Hidayat atau Tifatul) sebagai Cawapres. Partai ini, diperkirakan akan mengajukan Cawapres sebagai syarat utama untuk berkoalisi dengan partai lain dalam Pilpres 2009. Kemudian, setelah itu pada Pilpres 2014 akan mengajukan Capres sendiri. Partai ini diperkirakan akan cukup siap menempatkan kadernya sebagai Presiden 2014-2019.

Tuesday, October 14, 2008

Rakyat perlu diberi hak lantik PM

Jika jadual peralihan kuasa berlaku, DS Najib akan mengambil alih jawatan PM dari Pak Lah pada Mac 2009 nanti. Maknanya, sekali lagi PM baru akan mengangkat sumpah tanpa perlu melalui mandat dari rakyat. Dari segi prosedurnya, yang memilih DS Najib adalah para perwakilan UMNO Bahagian yang mencalonkan namanya. Lebih tepat lagi, ia diluluskan melalui beberapa ratus orang perwakilan dalam Perhimpunan Agung UMNO 2009.

Maknanya, yang memilih PM Malaysia ialah beberapa kerat perwakilan UMNO, bukannya seluruh ahli UMNO, bukan juga ahli parti komponen BN termasuk MCA dan MIC, dan jauh sekali rakyat biasa yang bukan UMNO. Maknanya pemimpin kepada 28 juta rakyat Malaysia dipilih oleh beberapa kerat orang UMNO, walau pun rakyat mungkin menolaknya.

Ini realiti demokrasi ala Malaysia. Sistem ini sah dari sudut hukum demokrasi. Tidak juga menyanggah hukum syarak. Namun banyak lagi cara lain yang lebih adil dan lebih dekat dengan semangat demokrasi dan ruh Syariat.

Kita mengamalkan spara pemisahan kuasa dalam sistem pentadbiran. Badan Kehakiman jelas berasingan dari badan Pentadbiran dan Perundangan. Namun badan Pentadbiran (Eksekutif) dan Perundangan (Legislatif) sentiasa dikuasai oleh kelompok atau parti yang sama. Pilihanraya Umum seperti yang berlaku Mac 2008 lepas adalah satu-satunya mekanisme untuk menentukan siapa yang menguasai kedua-dua badan itu. Jika dia mengusai Parlimen (Dewan Rakyat) maka dia juga akan menguasai jentera Eksekutif melalui jawatan Perdana Menteri dan anggota kabinet.

Kita tidak ada Pilihanraya Perdana Menteri, sebagaimana Pilihanraya Presiden di Amerika Syarikat dan Indonesia. Saya mengimpikan agar satu hari nanti pemilihan PM diserahkan kepada rakyat secara langsung melalui Pilihanraya PM. Biar parti-parti mencalonkan PM mereka, kemudian serahkan rakyat untuk memilih. Jika cara ini dibuat nescaya PM yang dipilih akan mempunyai integriti yang tinggi dan kompetensi yang hebat. 

Ada yang kata: Mana boleh! Kita bukan negara Republik. Kita ada Raja Berperlembagaan. Saya katakan kepada mereka, apa peduli. Semua istilah dan sistem ini dicipta oleh tangan manusia. Apa salahnya kita cipta sistem baru atau gabungjalin sistem yang ada untuk kebaikan rakyat dan keadilan semua.

Jadi bulan Mac 2009 ada lima bulan lagi. Usaha memberikan hak memilih PM kepada rakyat boleh dilaksanakan. Saya cadangkan satu Referendum Rakyat. Biar ada badan bebas, berkecuali yang dihormati yang mengambil inisiatif untuk memungut suara rakyat. Boleh juga dikendalikan oleh satu Suruhanjaya Rakyat yang mengandungi gabungan beberapa NGO. Dapatkan suara rakyat sebelum Mac 2009, dan kemudian persembahkan kepada YDPA untuk pertimbangan. Soalannya mudah: 
Siapakah yang anda pilih untuk menjadi PM pada Mac 2009 nanti: 
a. DS Najib (Calon dari BN)
b. DS Anwar (Calon dari PR)
Memanglah. Buat masa ini mungkin ia tidak mampu mendorong YDPA untuk pandai-pandai melantik PM yang tidak mendapat sokongan majoriti ahli Dewan Rakyat. Namun ia boleh menjadi satu indikasi yang menarik bagi menyerahkan hak kepada rakyat untuk memilih PM dan anggota kabinet walau pun dia tidak menguasai Parlimen. 

Wednesday, October 8, 2008

Majoriti Melayu Muslim atau Majoriti Muslim?

Harakah melaporkan bahawa Presiden PAS mensyaratkan penubuhan kerajaan mestilah dilatari oleh majoriti Melayu Muslim sebagai anggota Parlimen kerajaan. Saya tidak pasti sama ada kalimah 'Melayu' yang keluar dari mulut beliau itu adalah memang dirancang (atau diputuskan) atau ia terpacul secara spontan.

Saya suka mengandaikan bahawa ia keluar secara spontan memandangkan kita biasa menyebut Melayu bila merujuk kepada orang Islam di Malaysia. Namun begitu, wawancara beliau dengan Ummah Online semacam menafikan andaian saya. Bila ditanya kenapa Melayu, beliau menghujahkan bahawa pemilihan pemimpin mestilah melihat kepada pengaruh yang utuh(merujuk kepada kaum Quraisy sebagai syarat berdasarkan Hadis Nabi).

Pada hemat saya hujah berkenaan kurang berkait dengan perkara yang dibahaskan iaitu, majoriti ahli Parlimen. Tiada satu sandaran kukuh yang boleh mendokong syarat bahawa 'Melayu' diselitkan sekali. Sekadar 'Majoriti Muslim' sudah memadai. Biarlah ahli Parlimen Pakatan nanti majoritinya Muslim tanpa mengira warna kulit. Jika N. Gobalakrishnan dan Tian Chua masuk Islam umpamanya, maka dia turut dikira dalam jumlah majoriti itu.

Saya amat berhasrat melihat agar gerakan Islam tidak terheret dengan isu perkauman. Rakyat yang semakin bijak pada hari ini menyedari bahawa fanatik kaum tidak membawa kemakmuran. UMNO dan BN telah meninggalkan satu gambaran hodoh tentang politik perkauman. Maka PAS tak perlu terbabit sama.

Bahkan PAS perlu membuktikan bahawa Islam dan Muslim bukan untuk orang Melayu semata-mata. Jika PR memerintah nanti saya amat mengimpikan ada menteri PAS dari kalangan bukan Melayu. (sangat sokong harapan Ust Zulkarnain Abidin yang mahu melihat orang Cina jadi Naib Presiden PAS). Maka apa salahnya kita mengharapkan agar PAS memilih Ann Wan Seng (selepas dilantik Senator) menjadi Menteri Pembangunan Usahawan dan Farid Ravi menjadi Menteri Pengajian Tinggi. Juga N. Gopbala (jika masuk Islam-Ameen) sebagai Menteri Kerjaraya (dari PAS).

Maka.... gugurkan terma 'Melayu' itu. Bukan lagi 3M tapi 2M (Majoriti Muslim)